Indonesia. Kesehatan - Hari Kontrasepsi Sedunia diperingati setiap tanggal 26 September. Peringatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran penggunaan kontrasepsi, termasuk kondom.
Para ahli reproduksi mendorong penggunaan kondom sebagai 'tameng' untuk mencegah penularan penyakit menular seksual dan membantu perencanaan kehamilan.
Meski dianggap penting untuk mencegah penularan penyakit menular seksual, namun penggunaan kondom juga dianggap sebagai biang alergi.
Besar kemungkinan, alergi disebabkan oleh penggunaan jenis kondom tertentu. Kondom berbahan lateks umumnya menjadi penyebab alergi.
Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) menyebut, 1-6 persen orang Amerika Serikat mengalami alergi kondom berbahan lateks. Lateks merupakan cairan yang diambil dari pohon karet. Bahan ini umum digunakan sebagai material pembuatan sarung tangan, balon, dan ban karet.
Lateks mengandung protein tertentu yang bisa memicu reaksi alergi. Saat Anda memiliki alergi terhadap lateks, sistem imun tubuh akan mendeteksi bahaya dan melepaskan antibodi untuk melawan sehingga menimbulkan reaksi.
Sebuah riset pada 2002 juga menemukan, 30-50 persen orang yang mengalami alergi lateks juga kedapatan alergi pada jenis makanan tertentu. Sebagian makanan berbasis nabati mengandung protein yang mirip dengan yang ada pada lateks.
Beberapa buah itu di antaranya alpukat, pisang, kiwi, chestnut, tomat, paprika, markisa, dan kentang.
Mengenal gejala
Mereka yang mengalami alergi kondom, termasuk yang berbahan lateks, akan menunjukkan reaksi alergi di lokasi yang terpusat. Artinya, reaksi alergi hanya terjadi pada area yang bersentuhan langsung dengan kondom.
Reaksi alergi meliputi gatal, kemerahan, benjolan, pembengkakan, dan ruam. Mengutip Healthline, dalam kasus yang lebih parah, reaksi alergi akan terjadi pada seluruh tubuh atau sistemik.
Wanita lebih mungkin mengalami reaksi sistemik karena selaput lendir pada vagina menyerap protein lateks lebih cepat daripada selaput pada penis.
Reaksi sistemik akan menimbulkan gejala seperti gatal-gatal dan bengkak termasuk pada area yang tidak bersentuhan dengan kondom, pilek atau hidung tersumbat, mata berair, tenggorokan gatal, dan wajah memerah.
Meski jarang, ada pula mereka yang mengalami anafilaktik. Nama terakhir merupakan reaksi alergi yang bisa mengancam nyawa. Segera dapatkan pertolongan medis jika Anda telah mengalami kesulitan bernapas, menelan, bengkak pada mulut, tenggorokan, dan wajah.
Kebanyakan kondom memang terbuat dari lateks. Namun, ada banyak kondom yang terbuat dari bahan lain.
Cek kemasan kondom sebelum membeli. Pilih kondom dengan bahan polyurethane, polyisoprene, serta kulit domba demi menghindari alergi.
Polyurethane adalah material plastik yang unik. Bahan satu ini lentur seperti karet. Kondom polyurethane cenderung lebih tipis daripada lateks dan tidak terlalu panas.
Akan tetapi, kelenturan polyurethane tidak sebaik lateks sehingga kondom bisa saja tidak pas digunakan. Kondom bisa terlepas atau malah sobek. Jika ingin menggunakan kondom jenis ini, pastikan menggunakan sesuai ukuran yang pas dan gunakan pelumas berbahan dasar minyak, silikon, patroleum atau air.
Bahan ini merupakan inovasi baru untuk kondom nonlateks. Polyisoprene adalah karet sintetis yang bisa melepas panas lebih baik daripada lateks. Si pemakai tidak akan merasa seperti menggunakan kondom saat bercinta.
Selain itu, kelenturan kondom polyisoprene lebih baik daripada kondom polyurethane.
Jauh sebelum ada teknologi lateks, orang mengenal kondom dari kulit domba. Kondom terbuat dari usus domba.
Bahan ini benar-benar alami. Banyak pengguna berkomentar bahwa mereka tak merasakan keberadaan kondom sama sekali saat menggunakannya.
Meski alami dan nyaman, kondom kulit domba cenderung keropos dan bisa ditembus virus. Kondom bisa mencegah kehamilan yang tidak direncanakan tetapi tidak bisa mencegah penularan penyakit seksual. Kondom sangat direkomendasikan bagi pasangan yang terbukti bersih dari penyakit menular seksual
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.